22 Mei 2009

Askep Hipertensi

A. KONSEP DASAR ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
 Atas : pembuluh darah besar
 Bawah : diafragma
 Setiap sisi : paru
 Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.


d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)













Gambar: Sistem sirkulasi jantung (Gibson, john, 2002)

2. Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi (Black, 1997)

B. KONSEP DASAR MEDIS HIPERTENSI
1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002, edisi 8 volume 2 hal 896).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik  140 mmHg, tekanan darah diastolik  90 mmHg atau bila pasien memakai obat antihipertensi (FKUI, Kapita Selekta, hal 518)
Hipertensi adalah tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal, tinggi sampai hipertensi maligna. (Doenges, 2000, hal 39)
Definis operasional; Hipertensi adalah tekanan darah tinggi diatas 140/90 mmHg.
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Esensial/Hipertensi Primer: yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na. Peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti: obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal. Hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing, feokromusitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain
(FKUI, Kapita Selekta, hal 518).
3. Patofisiologi
Hipertensi sebagai suatu penyakit dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang tidak normal. Batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti. Nilai yang didapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin (sistolik 140-160 mmHg; diastolik 90-95 mmHg). Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tekanan perifer dan tekanan atrium kanan.
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Berbagai faktor seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme kalium dalam ginjal, serta obesitas dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah. Stres dengan peninggian aktivitas saraf simpatis menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertensi struktural.
Berbagai promotor prosesor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang sama dengan kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskuler akan menyebabkan peninggian terhadap perifer dan peningkatan tekanan darah, mengenai kelainan fungsi membran sel membuktikan adanya defek transpor Na+ dan atau Ca++ lewat membran sel yang disebabkan oleh faktor genetik atau oleh peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular yang dapat menghambat pompa natrium yang bersifat vasokontriksi.
Sistem renin angiotensin dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi, sekresi angiotensin yang mengakibatkan retensi natrium dan air merupakan salah satu peran timbulnya hipertensi. Adanya hubungan hipertensi dan kadar gula darah yang membuat parahnya penderita. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan peninggian tekanan darah yang menetap.
(Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, hal 457)









Patoflodiagram

































4. Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sulit tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
(Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid 1, hal 518)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hemoglobin/Hematokrit: Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia .
b. Glukosa: Hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
c. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium dapat meningkatkan hipertensi.
d. VMA urin (metabolit ketokolamin): Kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk mengkaji feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
e. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
f. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi.
g. EKG: Dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
(Doenges, 2002, hal 42)
6. Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja atau dengan obat anti hipertensi.
Modifikasi gaya hidup, langkah-langkah yang dianjurkan:
a. Penurunan berat badan,
b. Membatasi alkohol,
c. Peningkatan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari),
d. Mengurangi asupan natrium (garam),
e. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak dan kolesterol dalam makanan.
f. Obat anti hipertensi: Diberikan obat diuretik/betabloker.
Beberapa obat anti hipertensi: Captopril, Atenolol, Propanolol, Tiazid.
Beberapa obat diuretik: Lasix, Furosemid
(Mansjoer Arif et al, 2001; 519 )
7. Komplikasi
a. Pada mata: Berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.
b. Gagal jantung: Merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard.
c. Pada otak: Sering terjadi perdarahan yang disebabkan pecahnya mikro aneurisma yang dapat mengakibatkan kematian.
d. Gagal ginjal: Dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
(Tjokronegoro Arjatmo dan Utama Hendra, IPD edisi III, jilid 2, hal 470)








C. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebagai individu, keluarga maupun mayarakat (Nursalam, 2001). Iyer et all (1996) mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Menurut Doenges, (2000, hal 39) pengkajian klien dengan penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit serebrovaskuler, episode palpitasi, perpirasi.
Tanda:. Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakan diagnosis).
c. Integritas ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan sererbral),
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinyu perhatian, tangisan yang meledak.


d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/ menurun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema: kongesti vena.
f. Neurosensori:
Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital, episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh. gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, isi bicara, afek, proses pikir, memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan atau reflek tendon dalam.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya, nyeri abdomen/massa.
h. Pernapasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distres respirasi/gangguan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas tambahan (rales/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.


j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: - Faktor-faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, Diabetes Melitus, penyakit ginjal.
- Faktor-faktor resiko etnik, seperti: orang Afrika Amerika, Asia Tenggara.
- Penggunaan pil KB atau hormon lain penggunaan obat/alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. (Carpenito, 2000)
Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan yaitu: klasifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data dan perumusan diagnosa keperawatan.
Menurut Doenges (2000; 43) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Resiko tinggi terhadap iskemia miokard berhubungan dengan kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi tak terkontrol.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3. Rencana Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menetapkan perencanaan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang diindentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan secara dokumentasi. (Nursalam dikutip dari Iyer, 1996, hal 51)
Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, dikutip dari Carpenito, 2000, hal 58)
a. Menentukan prioritas masalah
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Manusia” dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).
1) Hirarki “Maslow”
Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow.

Sumber: Nursalam, (2001; 52)
2) Hirarki “Kalish”
Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 53).
b. Menentukan kriteria hasil
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”:
S: Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda).
M: Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau)
A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai)
R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah)
T: Time (tujuan keperawatan)
c. Menentukan rencana tindakan
Adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan.
Menurut Bulecheck dan Mc Closkey (1989) intervensi keperawatan adalah tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat.
d. Dokumentasi
Adalah suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan evaluasi pusat rencana yang dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (Ryan, 1973). Format renpra membantu perawat untuk memproses informasi yang didapat selama tahap pengkajian dan diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001).

No Diagnosa Keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
Rasional
1 Resiko tinggi terhadap iskemia berhubungan dengan kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi tak terkontrol. Tujuan:
Kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi tak terkontrol dapat diatasi.
Kriteria hasil:
TD dipertahankan antara 90/60-140/90 mmHg, dan tidak adanya progresi kerusakan organ.
1) Kaji TD, ukur pada kedua tangan kiri dan kanan untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.

2) Anjurkan tehnik relaksasi panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.


3) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan.


4) Anjurkan untuk pembatasan aktivitas, seperti: istirahat ditempat tidur/kursi; jadwal periode istirahat tanpa gangguan; bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan.

5) Berikan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti pijitan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.

6) Kolaborasi: Berikan obat sesuai dengan indikasi inhibitor simpatis, mis: Atenolol. 1) Perbandingan dari TD memberikan gambaran yang lebih lengkap keterlibatan masalah vaskuler.
(Doenges, 1999, hal 43)

2) Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi.
(Doenges, 1999, hal 43)

3) Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
(Doenges, 1999, hal 43)

4) Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsangan simpatis.
(Doenges, 1999, hal 43)




5) Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress; membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
(Doenges, 1999, hal 43)

6) Kerja khusus obat ini bervariasi tetapi secara umum menurunkan TD melalui efek kombinasi menurunkan curah jantung, menghambat aktivitas simpatis dan menurunkan pelepasan renin.
(Doenges, 1999, hal 44)
2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Tujuan:
Klien mampu memenuhi aktivitasnya sehari-hari.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan penurunan tanda fisiologi toleransi.
- Klien tampak segar.
- ADL mandiri.
- Kekuatan otot utuh (5)
1) Kaji respons klien terhadap aktivitas.




2) Jelaskan penyebab kelemahan.




3) Anjurkan pasien untuk menghemat energi, misal: melakukan aktivitas dengan perlahan.



4) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan. 1) Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
(Doenges, 2000, hal 45)
2) Kelemahan disebabkan oleh kurangnya energi akibat pemasukan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh.
(Doenges, 2000, hal 1032)

3) Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
(Doenges, 2000, hal 45)

4) Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
(Doenges, 2000, hal 45)
3 Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral. Tujuan:
Nyeri kepala dapat berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Ekspresi wajah rileks.
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri 0-1.


- Klien mengatakan nyeri berkurang.
1) Kaji status nyeri, area, durasi, jenis nyeri, intensitas, kualitas.

2) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

3) Berikan tindakan nonfarmakologik untuk menghilangkan sakit kepala, mis; kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi.
4) Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya: mengejan saat BAB, membungkuk, batuk panjang.
5) Kolaborasi: berikan obat analgesik sesuai indikasi.

6) Kolaborasi: memberikan obat antiansietas, mis: diazepam. 1) Membantu mengevaluasi derajad kenyamanan.
(Doenges, 2000, hal 490)
2) Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
(Doenges, 2000, hal 46)
3) Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
(Doenges, 2000, hal 46)
4) Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala dan adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
(Doenges, 2000, hal 46)
5) Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.
(Doenges, 2000, hal 46)
6) Dapat mengurangi ketegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh stres.
(Doenges, 2000, hal 46)
4 Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik. Tujuan:
Dapat mengidentifi-kasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
Kriteria hasil:
- Menunjuk-kan perubahan pola makan. (mis: pilihan makanan, kuantitas dan sebagainya)
- Mempertahankan BB yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
- Memperta-hankan program olah raga yang tetap secara individual. 1) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan.



2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi.




3) Anjurkan klien untuk menurunkan berat badan.




4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.



5) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tetap, hindari makanan dengan kejenuhan lemah tinggi dan kolesterol.
6) Timbang BB. 1) Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
(Doenges, 1999, hal 46)
2) Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya arteriosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya. Kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi.
(Doenges, 1999, hal 47)
3) Motivasi untuk menurunkan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan menurunkan berat badan, jika tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
(Doenges, 1999, hal 47)
4) Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian/penyuluhan.
(Doenges, 1999, hal 47)
5) Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting untuk mencegah perkembangan aterogenesis.
(Doenges, 1999, hal 47)
6) Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi.
(Doenges, 2000, hal 212)
5 Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. Tujuan:
Klien dan keluarga mengetahui penyakit hipertensi.
Kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit sampai pencegahan.
1) Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.

2) Bahas konsep TD menggunakan terminologi dan orang terdekat yang dapat dimengerti:
• Nilai normal.
• Efek tekanan darah tinggi.
3) Jelaskan secara singkat dan sederhana mengenai:
• Pengertian
• Penyebab
• Tanda dan gejala
• Pengobatan/penanganan
• Pencegahan


4) Tanya batas normal TD. 1) Belajar lebih mudah bila dimulai dari pengetahuan peserta belajar.
(Doenges, 2000, 436)
2) Resiko stroke meningkat secara langsung dengan tekanan darah individu.
(Doenges, 2000, 90)


3) Banyak pasien mengetahui ini sulit untuk meyakini mereka mengalami hipertensi karena asimtomatik pada awalnya sampai kepatuhan mulai terjadi sekunder terhadap kerusakan organ. Kepatuhan ditingkatkan bila pasien memahami kondisi mereka.
(Engram, hal 370)


4) Meningkatkan pemahaman klien bahwa TD yang tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah untuk pasien melanjutkan pengobatan meskipun merasa sehat.
(Doenges, 2000, 49)




4. Pelaksanaan
Iyer, et all (1996), menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana.
Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2000).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya. (Nursalam, 1996; 64)




6. Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
Selama dirawat di Rumah Sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan dirumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah dipersiapkan/diberikan pada pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakit hipertensi.
b. Penjelasan tentang penyebab penyakit.
c. Memanifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh klien dan keluarga.
d. Penjelasan tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga lakukan.
e. Klien dan keluarga dapat pergi ke Rumah Sakit/Puskesmas terdekat apabila ada gejala yang memberatkan penyakitnya.
f. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati program pemulihan kesehatan.
(Doenges, 2000; 41)

Askep GEA


A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses Pencernaan (pengunyahan, penelanan dan percampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
(Syaifuddin, 1996, hal 87).
Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, osofagus, lambung, usus halus, usus besar, rectum, anus.
a). Anatomi mulut (oris)
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian yaitu:
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
2) Bagian rongga mulut/bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Kelenjar parotis
b) Kelenjar submaksilaris
c) Kelenjar sublingualis (Syaifuddin, 1996, hal.88).
b) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (osofagus), di dalam lengkungan faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosis dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan ( Syaifuddin, 1996, hal 88).
c) Osofagus.
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya kurang lebih 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung (Syaifuddin, 1996, hal 89).
d) Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1) Fundus Ventrikuli
2) Korpus ventrikuli
3) Antrum Pilorus
4) Kurvatura Minor
5) Kurvatura Mayor
6) Osteum Kardiakum.
Susunan lapisan dari dalam keluar terdiri dari: lapisan selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot miring, lapisan otot panjang, dan lapisan jaringan ikat/serosa.
Fungsi lambung terdiri dari:
1) Makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a) Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).
b) Asam garam (HCL) fungsinya: mengasamkan makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat Suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya, sebagai ragi membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung (syaifuddin, 1996, hal 91).

e) Usus Halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam keadaan hidup dan merupakan saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar. Usus halus panjang, tube yang berliku-liku yang memenuhi sebagian rongga abdomen.
Usus halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
1) Duodenum
adalah tube yang berbentuk huruf C dengan panjang kira-kira 25 cm, pada bagian belakang abdomen, melengkung melingkari pancreas.
Duodenum di gambarkan kedalam 4 bagian:
Bagian I : menjalar kearah kanan
Bagian II : menjalar kearah bawah
Bagian III : menjalar kearah tranversal kiri dan disebelah depan vena kava inferior dan aorta.
Bagian IV : menjalar kearah atas untuk selanjutnya bergabung dengan yeyenum (Gibson John, 1995, hal 163).
Bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri, pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus wirsungi/duktus pankreatikus). Empedu di buat di hati untuk dikeluarkan keduodenum melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
2) Yeyenum dan Ileum
Yeyenum merupakan bagian pertama dan ileum merupakan bagian kedua dari saluran usus halus. Semua bagian usus tersebut mempunyai panjang yang bervariasi dari 300 cm sampai 900 cm (Gibson John, 1995, hal 164).
Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika suporior, pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium Ileoseckalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileuseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula Baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali keadaan ileum (Syaifuddin, 1996, hal 91).
Fungsi usus halus adalah:
a) Mensekresi cairan usus.
b) Menerima cairan empedu dan pancreas.
c) Mencerna makanan.
d) Mengabsorbsi air, garam dan vitamin.
e) Menggerakkan kandungan kandungan usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.
f. Usus Besar.
Usus besar mempunyai panjang kurang lebih 1,5 meter dengan lebar 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar adalah:
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot melingkar.
3) Lapisan otot penampang.
4) Jaringan ikat.
Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92).
Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut:
1. Seikum
Di bawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. (Syaifuddin, 1996, hal 92).
2. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kalon membujur keatas dari ileum kebawah hati. Dibawah hati membengkok kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian kolon transversum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
3. Apendiks
Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin, 1996, hal 92).
4. Colon Transversum
Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari kolon asendes sampai kekolon desendens berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksula lienalis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
5. Colon Desendens
Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid (Syaifuddin, 1996, hal 92).


6. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum (Syaifuddin, 1996, hal 92).
7. Rektum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvic didepan oscracum dan oscogcigis (Syaifuddin, 1996, hal 92).
8. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak didasar pelvik, dindingnya diperkuat oleh tiga spincter:
a) Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b) Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak.
c) Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996, hal 92).
1. Definisi
b. Gastroentritis adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan / tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Suhariyono, 2003).
c. Gastroentiris akut adalah defekasi yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Mansyoer Arief, et al., 1999, hal. 470).
d. Diare adalah perubahan tiba-tiba dalam frekuensi dan kualitas defekasi (Sandra M.Nettina, 2001, hal 123).
e. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi feses cair (Smeltzer dan Bare, 2001, hal 1093)
f. Gastroenteritis adalah radang dari lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (muntah berak) (capital selekta.edisi 3.1999)
g. Diare adalah defekasi yang tidak normal, baik frekuensi maupun konsiistensinya.frekuensi diare lebih dari 4X/hr (capital selekta,edisi 3.1999).

2. Etiologi
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida), selain itu semua gastroenteritis dapat juga disebabkan oleh:
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
i. Infeksi bakteri: vibria, E.Coli, salmonella, shigella, compylobacter, yersiria, aeromonas dan sebagainya.
ii. Infeksi virus: Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis) Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides, Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, pemberian makanan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (Diabetes, Addison, Tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan).
b. Faktor Malabsorbsi
- Mal absrobsi karbohidrat: disakarida, (Intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering intoleransi laktosa)
- Mal absorbsi lemak
- Mal absorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. faktor psikologis
rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastriyah, 1997, hal 144).
e. Malnutrisi
f. Gangguan imunologi

3. Patofisiologi Gastroenteritis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul gastroenteritis.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul pula gasteoenteritis. Berdasarkan cairan yang hilang tingkat dehidrasi terbagi menjadi:
1). Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan 5% atau 25 ml/kg/bb.
2). Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% atau 75 ml/kg/bb.
3). Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan 10-15% atau 125 ml/kg/bb. (Ngastiyah, 1997, hal 144).
Gastroenteritis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri secara langsung atau oleh efek dari nurotoxin yang diproduksi oleh bakteria. Infeksi ini menimbulkan peningkatan produksi air dan garam ke dalam lumen usus dan juga peningkatan motilitas, yang menyebabkan sejumlah besar makanan yang tidak dicerna dan cairan dikeluarkan. Dengan gastroenteritis yang hebat, sejumlah besar cairan dan elektrolit dapat hilang, menimbulkan dehidrasi, hyponatremi dan hipokalemia (Long, 1996).
Selain itu juga gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat meyebabkan gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikamik, dan gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 1997, hal 144).


















PATOFLO DIAGRAM
Bakteri, virus, parasit

Masuk dalam saluran cerna

Berkembangbiak di usus

Reaksi pertahanan dari E.Coli

Pertahanan tubuh

Inflamasi usus

Makanan, zat Peningkatan sekresi air Hiperperistaltik
Tidak dapat diserap dan elektrolit usus

Tekanan osmatik dalam Penurunan absorbsi Penurunan
Rongga usus dalam usus fungsi usus dalam
Mengabsorbsi makanan

Pergeseran air dan elek- Diare Diare
Trolit dalam rongga

Usus Kurang pemasukan Pola defekasi tergang-
Makanan gu (lebih sering)

Isi rongga usus ber-
lebihan




Merangsang usus untuk Pertanyaan orangtua
Mengeluarkannya klien tentang penyakit




Kembung




Kematia
(Smeltzer dan Bare, 2001, h 1093; Ngastiyah, 1997, h 144; Long. C Barbara, 1996).
4. Tanda dan gejala
Menurut Mansyoer Arief (2000), tanda dan gejala gastroenteritis atau diare adalah:
a. Mula-mula bayi atau anak cengeng, gelisah.
b. Suhu badan mungkin meningkat.
c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada.
d. Diare.
e. Feses cair dengan darah atau lendir.
f. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu.
g. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
h. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
i. Dehidrasi, bila banyak cairan keluar mempunyai tanda-tanda ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit menurun, selaput lendir mulut dan bibir kering.
j. Berat badan turun.
5. Pemeriksaan Diagnosa
Menurut Mansyoer Arief (2000), pemeriksaan diagnostik pada klien gastroenteritis adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan tinja
1). Makroskopis dan mikroskopis.
2). Biarkan kumanuntuk mencari kuman penyebab.
3). Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten).
4). PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar Intolerance).
b. Pemeriksaan darah
1). Darah perifer lengkap.
2). Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K, Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang).
3). PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa.
4). Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.
6. Penatalaksanaan
Menurut Mansyoer Arief (2000), penatalaksanaan gastroenteritis adalah terdiri dari:
i. Simtomatis
1). Terapi rehidrasi
Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti dengan cara memberikan oralit, cairan infus yaitu Ringer Laktat, Dekstrose 5%. Dekstrosa dalam salin, dll.
2). Antispasmodik, Antikolinergik (Antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskarinik), contoh obat: Papaperin.
3). Obat anti diare:
a). Obat anti motilitas dan sekresi usus (Loperamid).
b). Oktreotid (Sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pad
diare sklerotik.
c). Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu: Norit 1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.
4). Antiemetik (metoclopramid).
5). Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.
6). Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare
untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun non infeksi, pada kasus kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.


7. Komplikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997), akibat yang ditimbulkan gastroenteritis atau diare adalah:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

B. Konsep Dasar Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai pendekatan problem solving (pemecahan masalah) yang memerlukan ilmu, tehnik dan ketrampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien atau keluarga dengan memberikan asuhan keperawatannya sesuai dengan lima tahap proses keperawatan, yaitu: pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta mempelajari status klien.
Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu: data subjektif dan data objektif.
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien atau keluarga. Data objektid adalah data yang diperoleh dari data pengukuran, pemeriksaan dan pengamatan (Ali, 2002, hal 74).
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian adalah pengelompokan data yang terdiri atas data fisiologis, psikologis, social dan spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan data akan memudahkan perawatan dalam menegakkan masalah keperawatan klien.
Untuk kasus gastroenteritis, pengkajian yang dilakukan meliputi:
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua, pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan lain-lain.
c. Riwayat kesehatan saat sakit
1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer lebih dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau, bentuk mukoid dan mengandung darah.
2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-hal yang meringankan dan memperberat penyakit.
3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi, intrauteri, infeksi intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi, persalinan dengan tindakan karena ada komplikasi, penolong persalinan (Sacharin, 1996).
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat penyakit gastroenteritis
f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator
penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
Imunisasi lengkap atau tidak (Sastroasmoro, 1996).
h. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat ketidakseimbangan cairan elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat, lemah, respirasi meningkat akibat asidosis metabolic.
2. Keadaan penyakit
Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan dehidrasi yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung, turgor kulit buruk, selaput lendir kering, tidak ada air mata bila menangis, sehingga klien dapat jatuh kedalam syok hipovolemik dan dapat meyebabkan kematian.
3. Keadaan umum klien
Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera diatasi maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang diawali kelemahan fisik.
4. Sistem integumen
Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh pada tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.
5. Sistem hemotologi
Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium, hipokalemia atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis metabolic.
6. Sistem pernapasan
Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh pada dehidrasi berat.
7. Sistem gastrointestinal
Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.
i. Pola fungsi kesehatan
Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus.
j. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga untuk mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak sekarang ini dan upaya yang diharapkan.
k. Pola nutrisi metabolik
Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien mengalami gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
l. Pola eliminasi
Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana sifatnya, BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam, BAB yang sering.
n. Pola kognitif perseptual
Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o. Pola peran hubungan
Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.
p. Pola aktivitas dan latihan
Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.
q. Pola reproduksi
Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat permainan).
r. Pola koping dan toleransi terhadap stress.
Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti (menangis).
s. Pola keyakinan
Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana pola keyakinan orang tua klien.

2. Diagnosa keperawatan
Gastroenteritis mungkin menyebabkan interaksi fungsi normal dari system tubuh yang dipengaruhi. Berdasarkan data pengkajian diagnosa keperawatan pasien yang utama yang berhubungan dengan gastroenteritis meliputi: sesuai teori, bukan askep
b. Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
b. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2001, hal.1094)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat.
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).
e. Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran cerna.
f. Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.
g.
3. Perencanaan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu system yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia “ Fyer et al, 1996 “ ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan prioritas, perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
1). Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia mengatakan bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lain
( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.
















Aktualisasi diri

Harga diri

Mencintai dan dicintai

Kebutuhan keselamatan
Dan keamanan

Kebutuhan fisiologis
(O2, Co2, Elektrolit,
makanan, dan sex).

Hirarki Abraham Maslow

Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14)


2). Hirarki “ kalish”
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan gastroenteritis maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1). Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil: - BAB tidak lebih dari satu kali perhari.
- Intake dan out put seimbang.
- Turgor kulit baik.
- Mata tidak cekung.
Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi lemah, penurunan natrium serum, haus).
Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode akut. Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.
Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien dan mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002, hal 1095).
2). Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk mempertahankan kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
(Doenges, 2000, hal 434).
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat.
Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
Intervensi:
a). Kaji dan catat masukan oral klien.
Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan memantau peningkatan masukan oral.
b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi sering.
Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi lambung .
(Doenges, 2002, hal 426).
4). Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi.
Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil: - keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.
- keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan.
Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses penyakit dan pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan keluarga untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek samping.
Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan yang bersih dan perawatan perineal.
Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
(Doenges, 2002, hal 435).




5). Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran cerna.
Tujuan : Pola eliminasi kembali normal.
Kirteria hasil: BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan output seimbang, konsistensi feses lembek.
Rencana tindakan:
a). Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor pencetus.
Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan selanjutnya.
b). Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan metabolisme bila ada infeksi.
c). Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan suhu, nadi, tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau kemungkinan terjadinya pre syok atau syok.
d). Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah kekosongan lambung.
e). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Mengobati sufuratif lokal.
6). Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.
Tujuan: Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak rewel atau gelisah
- Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.
Rencana tindakan:
a). Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi kram.
b). Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak area gastrik dengan demikian tidak memperberat gejala.
c). Lindungi daerah perianal dari iritasi.
Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal (Carpenito, 1999, hal.190).
4. Pelaksanaan
Iyer (1996) mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aflikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, pengasahan ketrampilan interpersonal, intelektual dan psikologi individu. Terakhir melakukan pendokumentasian keperawatan berupa mencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001).
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen atau non urgen.
Dalam pelaksanaan tindakkan ada tiga fase yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Griffith, 1986), berikut penjelasannya:
a. Fase persiapan meliputi:
1). Revieuw antisipasi tindakan keperawatan.
2). Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan.
3). Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.
4).Persiapan alat.
5). Persiapan lingkungan yang konduksif.
6). Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi terdiri atas:
1). Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lain.
2). Interdependen: tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan tim kesehatan lain (gizi, dokter, laboratorium, dll).
3). Dependen: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis di laksanakan.
c. Fase dokumentasi merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatatan atau penghimpun data.

5.Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan dibandingkan yang sistematis pada status kesehatan klien ( Griffith dan Christensen, 1986).
Sedangkan Ignatavicius dan Bayne (1994) mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses perawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga sebagai evaluasi proses, evaluasi jangka pendek atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif bisa disebut juga evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gastroenteritis adalah:
a. Konsistensi feses normal.
b. Klien atau bayi tidak lagi rewel.
c. Turgor kulit baik.
d. Gangguan keseimbangan cairan tubuh teratasi.

6.Perencanaan pulang (Dischange Planning)
Pada klien dengan gastroenteritis perlu adanya penyuluhan tentang cara-cara mencegah terjadinya diare yaitu tidak mengkonsumsi makanan yang basi, mencuci sayur dan makanan sebelum dimasak, minum air yang sudah dimasak, serta tidak boleh jajan di sembarang tempat (warung di pinggir jalan), dan cuci tangan sebelum makan makanan yang kita makan.
Bila klien mengalami diare yang berat hendaknya cepat kerumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Jika mengalami komplikasi hendaknya berobat teratur dan cek ulang secara teratur pula.

21 Mei 2009

Askep DM

A. Konsep Dasar Medis
Untuk memperjelas gambaran tentang diabetes melitus, penulis akan mengemukakan konsep dasar medis dan konsep dasar asuhan keperawatan.
1. Definisi
a. Diabetes melitus adalah penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga glukosa tidak dapat diolah oleh badan dan kadar glukosa dalam darah meningkat, lalu dikeluarkan dalam kemih yang menjadi terasa manis. (Kamus Kedokteran Dr. Med Achmadi Rawali, K. St. Pamoentjak tahun 2003, hal. 92).
b. Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan hitrogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer, S. C. & Bare, B, 2000).
c. Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal (Arif Mansjoer, dkk, 2001).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
(gambar)
Organ tubuh yang mengekskresi insulin adalah kelenjar pancreas melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pancreas. Secara anatomis letak dari pada kelenjar pancreas pada belakang gaster di depan vertebralis lumbalis I&II. Di dalam kelenjar pancreas terdapat sel-sel beta yang menghasilkan insulin. Tiap pancreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Di samping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi glukogen yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar gula darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan semua somastostatin.

b. Fisiologi
Fungsi utama dari insulin adalah megnendalikan kadar glukosa yang berada dalam darah. Bila digunakan sebagai pengobatan, memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dn menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari pemecahan karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dikonsumsi di dalam tubuh dipecahkan menjadi monosakarida dan diserap di dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum proksimal. (Price&Wilson, 1994).
Sesudah diabsorbsi kadar glukosa dalam darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya kembali lagi ke kadar semula yang merupakan hasil kerja dari insulin. Apa bila seseorang memakan makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Peningkatan glukosa dalam darah seiring dengan peningkatan glukosa dalam darah diperoleh dari makanan. (Smeltzer&Bare, 1997).
3. Etiologi
Insulin dependen diabetes melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan noninsulin dependen diabetes melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengembalian glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan merangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pancreas mengalami desensitasi terhadap glukosa. (Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 1 hal 580).
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan kadar glukosa darah antara 60-120 mg% agar memberi sumber energi bagi metabolisme sel. Glukosa darah meningkat disebabkan oleh berbagai sumber seperti pemasukan makanan, pemecahan glikogen, glukonegenesis memacu terjadinya respon insulin. Orang yang sehat dapat memproduksi insulin sesuai kadar glukosa untuk memungkinkan terjadinya penggunaan glukosa sehingga pada akhirnya kadar glukosa kembali normal.
DM tipe 1 atau diabetes juvenile. Pada tipe ini insulin endogen kurang jumlahnya kerena tidak berfungsi Sel beta, sehingga terjadi peningkatan glukosa untuk memenuhi tuntutan metabolisme glukosa dibutuhkan insulin dari luar. Agar dapat hidup normal pasien diabetes tipe 1 secara total tergantung pada insulin dari luar.
DM tipe II timbul pada orang dewasa umumnya mulai pada usia 40 tahun, jumlah insulin yang diproduksi di dalam tubuh bisa normal atau melebihi normal, penderita tipe ini membutuhkan insulin dari luar pada saat terjadinya berbagai stress. Kira-kira 90% penyebab dari diabetes tipe II yaitu kegemukan. (Sylvia, A, 1995) Patofisiologi : Konsep klinis proses penyakit edisi keempat).











Patoflowdiagram






















Sylvia A. (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 4






5. Manifestasi Klinis
Diagnostik DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa :
a. Polifogia (banyak makan)
b. Poliuria (sering kencing terutama pada malam hari)
c. Polidipsia (rasa haus yang berlebihan)
d. Lemas
e. Berat badan menurun
f. Kesemutan
g. Mata kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritis Vulva pada wanita.
(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 hal 580)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang lebih dari 200 mg/dl) tes ini biasanya dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan gula darah meningkat di bawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau di atas normal 140 mg/dl
c. Essel hemoglobin glikosilat di atas rentang normal.
d. Uranilisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigeserida serum. (EngramVolume 3 hal. 536).
7. Penatalaksanaan
a. Untuk DM tipe I
Insulin (karena tak ada insulin endogen dihasilkan)
b. Untuk DM tipe II
1) Diet
2) Penggunaan aktivitas fisik
3) Agen hipoglikemia.
(Engram, Volume 3 hal 535)

8. Komplikasi
a. Akut
1) Koma hepatika
2) Ketoasidosis
3) Koma hiperosmolar non ketotik.
b. Kronik
1) Makroangiopati, mengenai pembulih darah besar : pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikoroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil.
3) Neuropati diabetik.
4) Rentan infeksi
5) Kaki diabetik
(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1, hal 582).

B. Kosep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien diabetes melitus menurut Doenges (1999) adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan,kram otot,tonus otot
menurun. Gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Latergi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
c. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi : IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural ; hipertensi.
nadi yang menurun atau tak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan ; bola mata cekung.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri/
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning ; poliuria (dapat berkembang men-
jadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urin berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun ; hiper aktif (diare).
e. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, penurunan berat badan le-
bih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Hazid).
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdo-
men, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis/manis, bau buah, (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, gangguan pengliha-
tan.
Tanda : Disorientasi ; mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan me-
mori (baru, masa lalu), kacau mental.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hati.

h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum pu-
rulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : Kekurangan udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen (in-
feksi) frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal : ulkus kulit.
Tanda : Demam, diatoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya ke-
kuatan umum/rentang gerak. Parestesia otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan tajam).
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria
kesulitan orgasme pada wanita.
2. Diagnosa Keperawatan
Berikut ini diagnosa-diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien diabetes melitus (Doenges, 1999).
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan insulin.
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosuksi sensasi taktil dan penurunan dan penurunan ketajaman penglihatan.
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenai penyakit.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
g. Perubahan sensori perseptual, penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit.

3. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan insulin.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria :
- Klien dapat menghabiskan cukup banyak makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
- Nafsu makan bertambah. 1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.




2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.


3. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik atau kultur.



4. Libatkan keluarga pasien dalamperencanaan makanan ini sesuai indikasi.




5. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrisi) dan elektrolit segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral. 1. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan ultilisasi. (Doenges, 1999, hal 732).

2. Mengidentifikasi pengurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. (Doenges, 1999, hal 732).

3. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makanan kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang. (Doenges, 1999, hal 732).

4. Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi kepada keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. (Doenges, 1999, hal 732).

5. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik. (Doenges, 1999, hal 732).
2 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia. Tujuan :
Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria :
- TTV stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu. 1. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.



2. Pola napas seperti adanya pernapasan kusmaul atau pernapasan yang bau keton.






3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.


4. Pantau masukan dan pengeluaran catat berat jenis urine.





5. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung. 1. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal 730).

2. Paru-paru mengeluarkan asam karbohidrat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkohololis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal 730).

3. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 1999, hal 730).

4. Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan. (Doenges, 1999, hal 730).

5. Kekurangan volume cairan dan elektrolit mengubah motalitas lambung, yang seringkali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit. (Doenges, 1999, hal 730).

3 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosuksi sensasi taktil dan penurunan dan penurunan ketajaman penglihatan. Tujuan :
Tidak terjadi cedera
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami cedera. 1. Orientasi klien terhadap lingkungan, stat, dan orang lain.


2. Anjurkan klien untuk memakai kaca mata.


3. Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan.



4. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.



5. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi di mata, di mana dapat terjadi jika menggunakan tetes mata. 1. Meningkatkan orientasi dan menurunkan kecemasan. (Doenges, 1999, hal 426).

2. Membantu ketajaman penglihatan. (Doenges, 1999, hal 426).

3. Memungkinkan klien untuk melihat objek lebih jelas dan mudah. (Doenges, 1999, hal 426).

4. Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. (Doenges, 1999, hal 426).

5. Gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetasan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaannya. (Doenges, 1999, hal 426).
4 Perubahan sensori perseptual : penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit. Tujuan :
Kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/minimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak mempertahankan mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu)
- Mengenali adanya kerusakan sensori. Contohnya : penurunan ketajaman penglihatan. 1. Pantau TTV dan status mental.





2. Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya.



3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat klien.


4. Evaluasi lapang pandang sesuai indikasi.




5. Selidiki adanya keluhan nyeri dan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. 1. Dasar membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. (Doenges, 1999, hal 736).

2. Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita. (Doenges, 1999, hal 736).

3. Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir. (Doenges, 1999, hal 736).

4. Edema retina, hemoragik, atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi keperawatan. (Doenges, 1999, hal 736).

5. Neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. (Doenges, 1999, hal 736).
5 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan produksi sensasi taktil penurunan ketajaman penglihatan. Tujuan :
Tidak terjadi cedera.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami cedera. 1. Orientasi klien terhadap lingkungan, stat, dan orang lain.
2. Anjurkan klien untuk memakai kaca mata.
3. Letakkan barang yang dibutuhkan dalam jangkauan.
4. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlihat. 1.



1.





Kurang pengetahuan mengenai penyakit, pronosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien memiliki pemahan tentang penyakit
Kriteria :
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan secara rasional.
Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian tentang keluhan klien
Rasional : menanggapi dan memperhatikan sebelum klien bersedia dalam proses belajar. (Doenges, 2000)
2) Diskusikan topik-topik utama yang berhubungan tentang proses perjalanan penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan didalam memilih gaya hidup. (Doenges, 2000)
3) Identifikasi gejala hipoglikemia misalnya lemah, pusing, letargi, pucat dan sakit kepala.
Rasional : dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal. (Doenges, 2000)
4) Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, pucat dan lamanya dosis insulin
Rasional : pemahaman tentang semua aspek yang digunakan dapat meningkatkan penggunaan yang tepat. (Doenges, 2000)




4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untukmencapai tujuan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam 2001)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan ynag menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai, sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam 2001)
6. Perencanaan pulang
a. menganjurkan pemeriksaan gula darah setiap hari secara teratur dan rutin kepada klien.
b. Minum obat secara teratur sesuai waktu dan dosis obat
c. Mengikuti diet yang dianjurkan seperti makan teratur, porsi makan sedikit tapi sering, cukup protein, vitamin dan mineral.
d. Menganjurkan klien untuk melaksanakan perawatan kaki dan memeriksakan kaki secara rutin setiap hari.

04 Mei 2009

Askep CHF


A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan hasil metabolisme. (Smeltzer and Bare, 2001)
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum.
Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria.
Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi darah pada peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru.
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak.
Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).

2. Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)
b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001)


3. Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung.
b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial.
e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung.
g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial.
h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang mengakibatkan curah jantung berkurang

5. Manifestasi klinis
1) Edema pada tungkai
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar.
3) Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah jantung akan membaik dengan istirahat
6) Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah, katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung.
g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM.

7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
 Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
 Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan farmakologis.
 Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.

8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik:
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.
B. Konsep dasar keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.


1. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain:
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma
2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi, koma,penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang


4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare)
5) Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton)
6) Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari ketoasidosis)
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati
8) Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)

9) Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita (Doenges,1999,hal : 726-728)
2. Diagnosa keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis sebagai berikut:
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan insulin.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dngan kurang mengingat dan kurang informasi.


3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi (Nursalam, 2001)
Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program perintah medis.
Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges, et.all,1999):
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia.
Tujuan : Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
- TTV Stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu
Intervensi:
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal : 729)
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton
R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729)
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 1999, hal : 729)
4) Ukur berat badan setiap hari.
R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729)
b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Berat badan meningkat dalam 1bulan
- Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1) Timbang berat badan setiap hari.
R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732)
2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m, hal : 732)
3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi intervensi (Doenges, 1999, hal : 732)
4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai.
R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732)
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan
R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges, 1999, hal : 732)

c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
- tidak terjadi demam
- mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci tangan).
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka, sputum purulen.
R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang b/d klien termasuk kliennya sendiri.
R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan linen kering/ tidak berkerut
R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
4) Posisikan klien pada posisi semi fowler.
R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral
R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735)
6) Berikan antibiotik yang sesuai
R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735)
7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah.
R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735)
8) Berikan pengobatan insulin secara teratur.
R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah (Doenges,1999, hal : 735)
d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal
Kriteria Hasil :
-klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu)
- mengenali adanya
- mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi:
1) Pantau TTV dan status mental
R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736)
2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya
R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita (Doenges, 1999, hal : 736)


3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak waktu istirahat klien
R/ : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir (Doenges, 1999, hal : 736)
4) Evaluasi lapang pandang, sesuai indikasi
R/ : edema retina, hemoragik atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi keperawatan (Doenges,1999, hal : 736)
5) Selidiki adanya keluahan nyeri dan kehilangan sensasi pada kaki
R/ : neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan kehilangan keseimbangan (Doenges, 1999, hal : 736)
e. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik
Tujuan :kelelahan tidak terjadi/ minimal
Kriteria hasil :klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
R/ : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas (Doenges, 1999, hal : 737)
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat
R/ : Mencegah kelelahan yang berlebihan (Doenges,1999, hal 737)
3) Pantau nadi, frekuensi nafas sebelum/ sesudah melakukan aktivitas
R/ : Mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis (Doenges,1999, hal : 737)
4) Tindakan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang dapat ditoleransi
R/ : meningkatkan kepercayaan diri yang positif (Doenges,1999, hal : 737)



f. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati
Tujuan : ketergantungan pada orang lain minimal
Kriteria Hasil :
- membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
- mandiri dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
1) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan tentang penyakitnya
R/ : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah (Doenges,1999, Hal : 738)
2) Kaji bagaimana kkien menangani masalahnya dimasa lalu
R/ : pengetahuan individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan (Doenges,1999, hal : 738)
3) Tentukan tujuan/ harapan dari klien atau keluarga
R/ : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan perasaan frustasi (Doenges,1999, hal :738)
4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan berhubungan dengan perawatannya seperti ambulasi, waktu beraktivitas dan seterusnya
R/ :mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan (Doenges,1999,hal : 738)
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat dan kurang informasi
Tujuan : klien mempunyai pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Kriteria Hasil :
- mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dan meminta informasi
- mengungkapkan masalah dan pemahaman tentang penyakit.
Intervensi:
1) bekerjasama dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ : partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama klien dengan prinsip yang dipelajari (Doenges,1999,hal : 739)
2) diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah
R/ : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah (Doenges, 1999,hal : 739)
3) tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari
R/ : membantu melakukan kontrol penyakit dengan lebih baik (Doenges, 1999, hal : 739)
4) identifikasikan gejala hipoglikemia
R/ : dapat meningkatkan defeksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah kejadiannya (Doenges, 1999, hal : 739)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik.
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001)



5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sitematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi satu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya mengguanakan format “ SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai, serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebeluimnya.
6. Perencanaan pulang
Informasi yang diberikan kepada klien dibuat sesuai dengan kebutuhan, perawat harus mengkaji kesimpulan fisik untuk menjalankan keperawatan diri klien. Adapun informasi yang diberikan kepada klien meliputi:
a. Dalam proses penyembuhan klien harus mampu merawat dirinya sendiri dengan melanjutkan pengobatan secara teratur sampai merasa sembuh.
b. Meningkatkan keperawatan diri seperti beristirahat dan diet serta tidak merangsang peningkatan gula darah dari makanan manis dan tinggi lemak sampai klien merasa benar-benar sembuh
c. Meningkatkan konsumsi nutrisi bervitamin yang dapat meningkatkan kekuatan tubuh.
d. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya penyakit diabetes melitus ini dan segera berobat kefasilitas kesehatan terdekat.